Monday, July 29, 2019

Cerpen Terima Kasih

Beberapa hari yang lalu aku baru saja mendapati pengumuman kelulusan yang di beritahu langsung oleh kawan kepadaku. Hasni tetap setia padaku meskipun aku tidak menemaninya melihat pengumuman di hari itu, maklum saja aku harus bekerja untuk keberlanjutan pendidikanku. Aku baru saja tamat SMP dan akan melanjutkan ke jenjang SMA. Sekolah dengan kualitas pendidikan terbaik, itulah yang terpikir di benakku, berbeda dengan sekolah di daerah aku tinggal yang terbatas oleh sarana dan pra sarana, tak khayal memang, disini pendidikan seperti di sepelekan. Oleh karena alasan itu aku berencana untuk keluar dari persembunyianku di kampung yang bisu dengan kualitas pendidikannya yang rungu. Aku menggantungkan mimpi untuk sekolah di SMA terbaik di Kabupaten ini. Sama sepertiku, Hasni ternyata juga berpemikiran serupa, ia juga ingin pindah dan sekolah di sekolah dengan kualitas pendidikan yang baik dan layak. Maklum saja, Hasni adalah siswa pintar yang hampir tiap tahun menyabet gelar juara umum sekolah dan beberapa even luar sekolah. Dia sangat menyukai Bahasa Inggris, dan sangat berbeda dariku, aku tidak terlalu suka dengan bahasa inggris karena guru yang mengajarkan bahasa inggris tidak terlalu faham akan bahasa inggris, tak bisa disalahkan  sebetulnya ia adalah guru mata pelajaran bahasa Arab dan tidak ada keterkaitan sedikitpun. Walaupun demikian Hasni tetap suka Bahasa Inggris dan ia memutuskan untuk selalu belajar otodidat di rumah selepas jam sekolah.

Di pagi Senin yang sibuk dan terik kami berjalan sekitar 4 km dari kampung untuk bisa naik angkutan umum menuju sekolah Favorit yang kami impikan.  Sesampainya di pinggir jalan beraspal nan elok, kami menunggu sekitar 15 menit untuk kedatangan angkutan umum. “Tiiiit-tiiiiiiit” suara angkutan umum menandakan ia akan berhenti dan memuka pintu untuk calon penumpang. Aku dan Hasni lantas naik dan menumpangi angkutan umum hingga sampai kesana dalam durasi waktu 20 menit. “Woooooow” aku terheran dan sangat kagum dengan sekolah ini.


“Hasni, ini ya sekolah yang dipertimbangkan oleh orang-orang?, bangunannya sangat megah ya”“Iya Vuspa”. Ini merupakan pengalaman pertamaku berada di sekolah ini dan begitulah rasa kagumku. Berbeda daripada aku, Hasni merupakan orang yang beruntung karena telah beberapa kali kesini dalam agenda lomba yang ia ikuti. Dan oleh karena itu juga Hasni tidak terlalu heran dengan berbagai hal megah disini. Tanpa berlama-lama kami langsung menuju ke operator sekolah untuk segera mengambil formulir di sana. Kami sampai disana. “Assalamu’alaikum ibu Aprilia, saya Vuspa dan ini Hasni kawan saya, kami ingin mendaftarkan diri di sekolah ini bu!” Aku tau nama ibu itu dengan melihat di bat namanya. “Darimana kalian, dan alumni SMP mana?” tanya guru yang menangani pendaftaran. Saya menjelaskan keberadaan kampung kami secara mendetail dan asal sekolah kami sebelumnya. Lantas kemudian ibu guru tersebut menjawab dengan bahasa inggris nan fasih. "You don't deserve to be here and go to school here. First go to school in your village". Mendengar jawaban itu Hasni kemudian langsung mengajakku pergi “Ayo kita pergi Vuspa!” ia mengajakku dengan raut wajah sedih. Entah apa yang terlukis di pikiran Hasni hingga ia meneteskan air matinya. Aku juga tidak tau apa yang dikatakan oleh guru tadi, yang aku tau hanyalah sebatang kata yang berartikan sekolah dan cuma itu. Hasni tak melepaskan tangannya menggenggam tanganku hingga pada akhirnya kami sampai di luar pagar sekolah megah itu. Aku melihat Hasni begitu terpukul dengan kata-kata guru tadi, dan aku bertanya mengenai hal itu padanya “Has! Mengapa kamu begitu sedih setelah bu bguru tadi berbicara? Sebetulnya apa yang ia katakan?” Hasni menjawab “Kita direndahkan Vus!” “Maksudnya” tanyaku lagi yang masih bingung. “ Ia bilang ‘kalian tidak pantas berada dan bersekolah disini, majukan dulu sekolah jelek dikampungmu’” tegas Hasni padaku. Mendengar kata itu aku sangat terpukul dan  berpikir apakah aku pantas berada disini?. Tidak mau terlalu larut dalam kata bu guru tersebut kami pun memutuskan pulang.

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah bagi sekolah di setiap tingkatan. Pada akhirnya aku dan Hasni sekolah di SMA yang berada di kampung daerah kami tinggal. Sekolah itu hanya berjarak 1 km dari rumahku dan 2 km dari rumah Hasni. Ketika hendak pergi sekolah Hasni selalu menjemputku di rumah, itu hampir setiap hari ia lakukan ketika kami masih SD hingga kini SMA. Karena  jarak yang masih bisa di jangkau dengan berjalan kaki, maka kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju sekolah. Di SMA situasi dan kondisi tak kunjungi pergi, masih dengan keadaan yang sama, dengan kelas yang bolong atapnya, kursi yang tidak cukup, hingga masih terjebak dengan ketiadaan guru bahasa inggris yang profesional. Hasni sudah tau bahwa di sini tidak ada guru yang menangani Bahasa Inggris oleh karenanya ia membulatkan tekat untuk ke ibukota Kabupaten, namun apalah daya kami dianggap hina disana. Kami melalui masa di hari pertama dengan hanya memperkenalkan diri di depan kelas, selebihnya kami bebas dan tidak ada guru yang masuk setelah pengenalan. Keadaan juga tidak jauh berbeda di hari lainnya.

Tanpa terasa kini kami sudah kelas 2 SMA, namun kepedihan dan rasa sedih karena direndahkan masih saja muncul bergemang keras di kedua telinga. Hari itu Kepala Sekolah masuk ke kelas dan memanggil Aku, Hasni dan Yuyun. Kami bertiga dibawa ke ruang Kepala Sekolah yang khusus dan tertutup. Aku merasa deg degan dan dan takut, terlintas di pikiran kesalahan apa yang sudah aku buat hingga aku dipanggil oleh kepsek. Sesampainya diruang Kepsek ia memberitahu kami bahwa kami bertiga akan diikit sertakan dalam acara English Debate yang diadakan di Sekolah Favoritku dulu, tempat dimana kami di rendahkan. Selepas itu kami langsung mengatur jadwal belajar bersama untuk mempersiapkan diri. Aku bertekat bahwa aku akan mempermalukan Bu Aprilia si guru Bahasa Inggris itu dan membuat ia malu dan menyesal telah menolak kami. Sepulang sekolah kami berkumpul di rumah Jubir yaitu Hasni. Hasnilah yang bisa kami andalkan, masih sama seperti SMP Hasni selalu menjadi juara umum di sekolah, sementara aku berada di bawahnya. Dua semester yang lalu aku meraih rangknig 2 di kelas, dan Yuyun adalah penyabet rangking 4. Sebenarnya masih ada Putri di posisi ketiga, namun ia tidak sekolah karena sakit yang sudah hampir seminggu. Di minggu itu kami sangatlah sibuk mempersiapkan diri mulai dari belajar bersama hingga aku pun sempat berbicara sendiri di depan cermin. Sangat berniat, ya aku memiliki niat dan semangat besar untuk mempermalukan mereka di muka umum. Kami terus berlatih dan belajar bersama dengan Hasni yang selalu mengayomi aku dan Yuyun, maklum guru bahasa inggris kan tidak ada. Kami beruntung memiliki Hasni karena ia memiliki pengalaman segudang di bidang seperti ini, ia juga pernah terlibat langsung mewakili SMP kami dulu ketika lomba yang sama namun di tingkatan yang berbeda. Hal tersebut menjadi plus bagi kami karena ia setidaknya telah tau mengenai aturan dan cara mainnya.

Setelah berlatih di beberapa hari terakhir, tibalah kami mengikuti ajang yang sesunguhnya, mewakili sekolah di even Lomba Debat Bahasa Inggris se Kabupaten. Aku sangat bersemangat dengan hari ini, karena hari inilah yang ku tunggu. Semua Sekolah hadir dan berkumpul disana. Kami bertiga berangkat dengan diwakili oleh seorang guru Olahraga, karena pada hari itu hanya beliau dan 2 guru lainnya yang hadir, yaitu kepala sekolah dan seorang guru Matematika. Bahkan dengan hadirnya Pak Jenar menjadi semangat bagi kami untuk berlomba, ya walaupun beliau bukan guru pembimbing dan juga bukan guru bahasa inggris, setidaknya beliaulah penyemangat kami. Setelah Pembukaan acara kami menunggu dipanggilnya perwakilan dari masing-masing sekolah untuk diundi dan mendapatkan lawan dari hasil undian tersebut. Tibalah SMA kami dipanggil dan diwakilkan oleh Hasni. Setelah mengambil undian kami akan berhadapan dengan SMA favorite juara, yaitu ssang tuan rumah SMA asuhan Bu Aprilia yang congkak itu. “Itulah yang aku tunggu Yun” kataku pada Yuyun “Tapi mereka diunggulkan dan punya tren positif dalam lomba ini Vus” tegas Yuyun padaku “Ah aku tidak peduli Yun, kita pasti akan mengalahkan mereka dan membuat mereka malu dirumahnya sendiri” tegasku pada Yuyun. Hasil undian tersebut selain menempatkan kami berhadapan dengan SMA favorit juara, ia juga menempatkan kami akan tampil di ronde kedua. Setelah beberapa jam kami pun maju dan berlomba serta membuktikan kelayakan kami. Sebelum kami maju semua dianjurkan untuk bersalaman dengan lawannya serta pembimbing. Disaat aku dan kawanku menyalami Bu Aprilia, dia berkata “You are lose today and we are win”, tentunya aku tau arti kata itu setelah belajar bersama Hasni . Mendengar kata kata itu, semangatku kian menggebu untuk mengeyokkan mereka. Lomba pun berlangsung dengan sangat seru, diawal permulaan lomba kami memimpin, namun sayang grafik performa mereka di menit berikutnya semakin bertambah. Hal tersbut lantas membuat kami tunduk dan ditekuk telak oleh usaha mereka. Kami harus mengakui kekalahan kami oleh sang tuan rumah favorite juara. Hal tersebut membuat Bu Aprilia senang dan kembali terlontar kata-kata sombongnya ”You can’t win if you battle with my school and with me”. Kami kembali dihina di tempat yang sama. Aku sangat terpukul dengan kekalahan pertama di pertandingan pertama

Tanpa terasa waktu berjalan cepat, juga tak di sadari secara pasti. Keluh kesah dan kasih di SMA telah aku lalui. Ibuku tidak sanggup untuk menyekolahkanku ke luar daerah kabupaten, dan ia hanya mampu untuk menyekolahkanku di kampus baru di Kabupaten ini. Kampus baru tersebut hanya menyediakan prodi kulia FKIP Bahasa Inggris, FKIP Bahasa Arab, dan FKIP Bahasa Indonesia. Aku memilih FKIP Bahasa Inggris agar aku tidak selalu di remehkan. Aku bertekad suatu hari nanti akan mengajar di SMA favorite di mana tempat aku direndahkan dan di remehkan. Aku akan membuktikan bahwa aku layak berada di SMA itu. Sementara itu Hasni mendapatkan beasiswa kedokteran di salah satu kampus di luar Kabupaten, ya maklum saja itu merupakan perjuangannya selama ini. Aku juga punya perjuangan sekarang, perjuangan ku untuk menjadi guru Bahasa Inggris tidaklah mudah, aku berjalan kaki  ke luar kampung menuju jalan beraspal untuk menunggu bus mengantarku ku kampus, dan hal itu rutin kujalani selama 4 tahun. Hingga pada akhirnya aku berhasil mewujudkan cita-citaku menjadi Guru Bahasa Inggris. Setelah lulus aku melamar menjadi guru di SMA yang aku dambakan sejak SMP, dan alhamdulillah setelah mengalami banyak tes aku berhasil menjadi guru di sana. Selain di SMA favorite aku juga mendapat undangan untuk mengajar Bahasa Inggris di SMA tempat aku bersekolah dulu. Walaupun sudah menjadi partner di SMA favorite, namun bu Aprilia masih saja tidak sinkron dengan ku, ia menganggapku persaingaannya dan ia pernah bilang “Jangan harap kamu bisa mendampingi anak-anak di lomba debat Bahasa Inggris, karena kamu pernah dikalahkan oleh SMA ini dibawah asuhan saya”. Beberapa hari setelah ia melontarkan kata-kata itu aku dan para guru yang mengajar di SMA favorite di kumpulkan untuk memilih para dewan guru yang akan mendampingi siswa di berbagai jenis lomba, dan aku tidak terpilih karena untuk Debat Bahasa Inggris masih saja Bu Aprilia yang memegang. Beranjak dari SMA favorite, aku terpilih menjadi guru pengasuh debat di SMA tempat dimana aku sekolah dulu. Pada akhirnya kami dipertemukan pada ajang itu.  Setelah lomba berakhir kami SMA yang aku asuh berhasil mengalahkan SMA favorite setelah sejak sekian lama.

Setelah lomba selesai Bu Aprilia yang sudah semakin tua terjatuh di lantai dan pingsan. Lantas ia kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Sesampainya di sana aku bertemu Hasni yang baru saja menjadi dokter di rumah sakit itu beberapa hari yang lalu. Hasni lah yang menangani pengobatan Bu Aprilia hingga selesai. Bu Aprilia tak sanggup menahan air matanya karena setelah ia ketahui bahwa yang menjadi dokter dan menanganinya adalah Hasni, siswa yang pernah ia rendahkan dulu. Bu Aprilia juga mengucapkan rasa maaf padaku karena hal yang sama. Bu Aprilia juga kagum terhadap tekatku. Aku juga mengucapkan terima kasih kepada Bu Aprilia, karena dengan remehan dan kata-katanya aku jadi bisa semangat dan jadi seperti ini sekarang.

Ucapkan terimakasih pada orang yang memberikan hinaan dan meremehkanmu, karena hinaan itu akan terasa bagaikan mutiara yang selalu kau ingat karena harganya ketika kamu menjadikannya semangat untuk bangkit dan dorongan untuk menjadi lebih baik.

2 komentar: