Beberapa
hari yang lalu aku baru saja mendapati pengumuman kelulusan yang di beritahu
langsung oleh kawan kepadaku. Hasni tetap setia padaku meskipun aku tidak
menemaninya melihat pengumuman di hari itu, maklum saja aku harus bekerja untuk
keberlanjutan pendidikanku. Aku baru saja tamat SMP dan akan melanjutkan ke
jenjang SMA. Sekolah dengan kualitas pendidikan terbaik, itulah yang terpikir
di benakku, berbeda dengan sekolah di daerah aku tinggal yang terbatas oleh
sarana dan pra sarana, tak khayal memang, disini pendidikan seperti di
sepelekan. Oleh karena alasan itu aku berencana untuk keluar dari
persembunyianku di kampung yang bisu dengan kualitas pendidikannya yang rungu.
Aku menggantungkan mimpi untuk sekolah di SMA terbaik di Kabupaten ini. Sama
sepertiku, Hasni ternyata juga berpemikiran serupa, ia juga ingin pindah dan
sekolah di sekolah dengan kualitas pendidikan yang baik dan layak. Maklum saja,
Hasni adalah siswa pintar yang hampir tiap tahun menyabet gelar juara umum
sekolah dan beberapa even luar sekolah. Dia sangat menyukai Bahasa Inggris, dan
sangat berbeda dariku, aku tidak terlalu suka dengan bahasa inggris karena guru
yang mengajarkan bahasa inggris tidak terlalu faham akan bahasa inggris, tak
bisa disalahkan sebetulnya ia adalah
guru mata pelajaran bahasa Arab dan tidak ada keterkaitan sedikitpun. Walaupun
demikian Hasni tetap suka Bahasa Inggris dan ia memutuskan untuk selalu belajar
otodidat di rumah selepas jam sekolah.
Di pagi Senin yang sibuk dan terik kami berjalan sekitar 4 km dari
kampung untuk bisa naik angkutan umum menuju sekolah Favorit yang kami
impikan. Sesampainya di pinggir jalan
beraspal nan elok, kami menunggu sekitar 15 menit untuk kedatangan angkutan
umum. “Tiiiit-tiiiiiiit” suara angkutan umum menandakan ia akan berhenti dan
memuka pintu untuk calon penumpang. Aku dan Hasni lantas naik dan menumpangi
angkutan umum hingga sampai kesana dalam durasi waktu 20 menit. “Woooooow” aku terheran dan sangat kagum dengan sekolah ini.
“Hasni, ini ya sekolah yang dipertimbangkan oleh orang-orang?, bangunannya
sangat megah ya”“Iya
Vuspa”. Ini merupakan pengalaman pertamaku berada di
sekolah ini dan begitulah rasa kagumku. Berbeda daripada aku, Hasni merupakan
orang yang beruntung karena telah beberapa kali kesini dalam agenda lomba yang
ia ikuti. Dan oleh karena itu juga Hasni tidak terlalu heran dengan berbagai
hal megah disini. Tanpa berlama-lama kami langsung menuju ke operator sekolah
untuk segera mengambil formulir di sana. Kami
sampai disana. “Assalamu’alaikum ibu Aprilia, saya Vuspa dan ini Hasni kawan
saya, kami ingin mendaftarkan diri di sekolah ini bu!” Aku tau nama ibu itu
dengan melihat di bat namanya. “Darimana
kalian, dan alumni SMP mana?” tanya guru yang menangani pendaftaran. Saya
menjelaskan keberadaan kampung kami secara mendetail dan asal sekolah kami
sebelumnya. Lantas kemudian ibu guru tersebut menjawab dengan bahasa inggris
nan fasih. "You don't deserve to be here and go to school here. First go to school in your village". Mendengar
jawaban itu Hasni kemudian langsung mengajakku pergi “Ayo kita pergi Vuspa!” ia
mengajakku dengan raut wajah sedih. Entah apa yang terlukis di pikiran Hasni
hingga ia meneteskan air matinya. Aku juga tidak tau apa yang dikatakan oleh
guru tadi, yang aku tau hanyalah sebatang kata yang berartikan sekolah dan cuma
itu. Hasni tak melepaskan tangannya menggenggam tanganku hingga pada akhirnya
kami sampai di luar pagar sekolah megah itu. Aku melihat Hasni begitu terpukul
dengan kata-kata guru tadi, dan aku bertanya mengenai hal itu padanya “Has!
Mengapa kamu begitu sedih setelah bu bguru tadi berbicara? Sebetulnya apa yang
ia katakan?” Hasni menjawab “Kita direndahkan Vus!” “Maksudnya” tanyaku lagi
yang masih bingung. “ Ia bilang ‘kalian tidak pantas berada dan bersekolah
disini, majukan dulu sekolah jelek dikampungmu’” tegas Hasni padaku. Mendengar
kata itu aku sangat terpukul dan
berpikir apakah aku pantas berada disini?. Tidak mau terlalu larut dalam
kata bu guru tersebut kami pun memutuskan pulang.
Hari
ini adalah hari pertama masuk sekolah bagi sekolah di setiap tingkatan. Pada
akhirnya aku dan Hasni sekolah di SMA yang berada di kampung daerah kami
tinggal. Sekolah itu hanya berjarak 1 km dari rumahku dan 2 km dari rumah
Hasni. Ketika hendak pergi sekolah Hasni selalu menjemputku di rumah, itu
hampir setiap hari ia lakukan ketika kami masih SD hingga kini SMA. Karena jarak yang masih bisa di jangkau dengan
berjalan kaki, maka kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju sekolah. Di SMA
situasi dan kondisi tak kunjungi pergi, masih dengan keadaan yang sama, dengan
kelas yang bolong atapnya, kursi yang tidak cukup, hingga masih terjebak dengan
ketiadaan guru bahasa inggris yang profesional. Hasni sudah tau bahwa di sini
tidak ada guru yang menangani Bahasa Inggris oleh karenanya ia membulatkan
tekat untuk ke ibukota Kabupaten, namun apalah daya kami dianggap hina disana.
Kami melalui masa di hari pertama dengan hanya memperkenalkan diri di depan
kelas, selebihnya kami bebas dan tidak ada guru yang masuk setelah pengenalan.
Keadaan juga tidak jauh berbeda di hari lainnya.
Tanpa
terasa kini kami sudah kelas 2 SMA, namun kepedihan dan rasa sedih karena
direndahkan masih saja muncul bergemang keras di kedua telinga. Hari itu Kepala
Sekolah masuk ke kelas dan memanggil Aku, Hasni dan Yuyun. Kami bertiga dibawa
ke ruang Kepala Sekolah yang khusus dan tertutup. Aku merasa deg degan dan dan
takut, terlintas di pikiran kesalahan apa yang sudah aku buat hingga aku
dipanggil oleh kepsek. Sesampainya diruang Kepsek ia memberitahu kami bahwa
kami bertiga akan diikit sertakan dalam acara English Debate yang diadakan di
Sekolah Favoritku dulu, tempat dimana kami di rendahkan. Selepas itu kami
langsung mengatur jadwal belajar bersama untuk mempersiapkan diri. Aku bertekat
bahwa aku akan mempermalukan Bu Aprilia si guru Bahasa Inggris itu dan membuat
ia malu dan menyesal telah menolak kami. Sepulang sekolah kami berkumpul di
rumah Jubir yaitu Hasni. Hasnilah yang bisa kami andalkan, masih sama seperti
SMP Hasni selalu menjadi juara umum di sekolah, sementara aku berada di
bawahnya. Dua semester yang lalu aku meraih rangknig 2 di kelas, dan Yuyun
adalah penyabet rangking 4. Sebenarnya masih ada Putri di posisi ketiga, namun
ia tidak sekolah karena sakit yang sudah hampir seminggu. Di minggu itu kami
sangatlah sibuk mempersiapkan diri mulai dari belajar bersama hingga aku pun
sempat berbicara sendiri di depan cermin. Sangat berniat, ya aku memiliki niat
dan semangat besar untuk mempermalukan mereka di muka umum. Kami terus berlatih
dan belajar bersama dengan Hasni yang selalu mengayomi aku dan Yuyun, maklum
guru bahasa inggris kan tidak ada. Kami beruntung memiliki Hasni karena ia
memiliki pengalaman segudang di bidang seperti ini, ia juga pernah terlibat
langsung mewakili SMP kami dulu ketika lomba yang sama namun di tingkatan yang
berbeda. Hal tersebut menjadi plus bagi kami karena ia setidaknya telah tau
mengenai aturan dan cara mainnya.
Setelah
berlatih di beberapa hari terakhir, tibalah kami mengikuti ajang yang
sesunguhnya, mewakili sekolah di even Lomba Debat Bahasa Inggris se Kabupaten.
Aku sangat bersemangat dengan hari ini, karena hari inilah yang ku tunggu.
Semua Sekolah hadir dan berkumpul disana. Kami bertiga berangkat dengan
diwakili oleh seorang guru Olahraga, karena pada hari itu hanya beliau dan 2
guru lainnya yang hadir, yaitu kepala sekolah dan seorang guru Matematika.
Bahkan dengan hadirnya Pak Jenar menjadi semangat bagi kami untuk berlomba, ya
walaupun beliau bukan guru pembimbing dan juga bukan guru bahasa inggris,
setidaknya beliaulah penyemangat kami. Setelah Pembukaan acara kami menunggu
dipanggilnya perwakilan dari masing-masing sekolah untuk diundi dan mendapatkan
lawan dari hasil undian tersebut. Tibalah SMA kami dipanggil dan diwakilkan
oleh Hasni. Setelah mengambil undian kami akan berhadapan dengan SMA favorite
juara, yaitu ssang tuan rumah SMA asuhan Bu Aprilia yang congkak itu. “Itulah
yang aku tunggu Yun” kataku pada Yuyun “Tapi mereka diunggulkan dan punya tren
positif dalam lomba ini Vus” tegas Yuyun padaku “Ah aku tidak peduli Yun, kita
pasti akan mengalahkan mereka dan membuat mereka malu dirumahnya sendiri”
tegasku pada Yuyun. Hasil undian tersebut selain menempatkan kami berhadapan
dengan SMA favorit juara, ia juga menempatkan kami akan tampil di ronde kedua.
Setelah beberapa jam kami pun maju dan berlomba serta membuktikan kelayakan
kami. Sebelum kami maju semua dianjurkan untuk bersalaman dengan lawannya serta
pembimbing. Disaat aku dan kawanku menyalami Bu Aprilia, dia berkata “You are
lose today and we are win”, tentunya aku tau arti kata itu setelah belajar
bersama Hasni . Mendengar kata kata itu, semangatku kian menggebu untuk
mengeyokkan mereka. Lomba pun berlangsung dengan sangat seru, diawal permulaan
lomba kami memimpin, namun sayang grafik performa mereka di menit berikutnya
semakin bertambah. Hal tersbut lantas membuat kami tunduk dan ditekuk telak
oleh usaha mereka. Kami harus mengakui kekalahan kami oleh sang tuan rumah
favorite juara. Hal tersebut membuat Bu Aprilia senang dan kembali terlontar
kata-kata sombongnya ”You can’t win if you battle with my school and with me”.
Kami kembali dihina di tempat yang sama. Aku sangat terpukul dengan kekalahan
pertama di pertandingan pertama
Tanpa
terasa waktu berjalan cepat, juga tak di sadari secara pasti. Keluh kesah dan kasih
di SMA telah aku lalui. Ibuku tidak sanggup untuk menyekolahkanku ke luar
daerah kabupaten, dan ia hanya mampu untuk menyekolahkanku di kampus baru di
Kabupaten ini. Kampus baru tersebut hanya menyediakan prodi kulia FKIP Bahasa
Inggris, FKIP Bahasa Arab, dan FKIP Bahasa Indonesia. Aku memilih FKIP Bahasa
Inggris agar aku tidak selalu di remehkan. Aku bertekad suatu hari nanti akan
mengajar di SMA favorite di mana tempat aku direndahkan dan di remehkan. Aku
akan membuktikan bahwa aku layak berada di SMA itu. Sementara itu Hasni
mendapatkan beasiswa kedokteran di salah satu kampus di luar Kabupaten, ya
maklum saja itu merupakan perjuangannya selama ini. Aku juga punya perjuangan
sekarang, perjuangan ku untuk menjadi guru Bahasa Inggris tidaklah mudah, aku
berjalan kaki ke luar kampung menuju
jalan beraspal untuk menunggu bus mengantarku ku kampus, dan hal itu rutin
kujalani selama 4 tahun. Hingga pada akhirnya aku berhasil mewujudkan
cita-citaku menjadi Guru Bahasa Inggris. Setelah lulus aku melamar menjadi guru
di SMA yang aku dambakan sejak SMP, dan alhamdulillah setelah mengalami banyak
tes aku berhasil menjadi guru di sana. Selain di SMA favorite aku juga mendapat
undangan untuk mengajar Bahasa Inggris di SMA tempat aku bersekolah dulu.
Walaupun sudah menjadi partner di SMA favorite, namun bu Aprilia masih saja
tidak sinkron dengan ku, ia menganggapku persaingaannya dan ia pernah bilang
“Jangan harap kamu bisa mendampingi anak-anak di lomba debat Bahasa Inggris,
karena kamu pernah dikalahkan oleh SMA ini dibawah asuhan saya”. Beberapa hari
setelah ia melontarkan kata-kata itu aku dan para guru yang mengajar di SMA
favorite di kumpulkan untuk memilih para dewan guru yang akan mendampingi siswa
di berbagai jenis lomba, dan aku tidak terpilih karena untuk Debat Bahasa
Inggris masih saja Bu Aprilia yang memegang. Beranjak dari SMA favorite, aku
terpilih menjadi guru pengasuh debat di SMA tempat dimana aku sekolah dulu.
Pada akhirnya kami dipertemukan pada ajang itu.
Setelah lomba berakhir kami SMA yang aku asuh berhasil mengalahkan SMA
favorite setelah sejak sekian lama.
Setelah
lomba selesai Bu Aprilia yang sudah semakin tua terjatuh di lantai dan pingsan.
Lantas ia kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Sesampainya di sana
aku bertemu Hasni yang baru saja menjadi dokter di rumah sakit itu beberapa
hari yang lalu. Hasni lah yang menangani pengobatan Bu Aprilia hingga selesai.
Bu Aprilia tak sanggup menahan air matanya karena setelah ia ketahui bahwa yang
menjadi dokter dan menanganinya adalah Hasni, siswa yang pernah ia rendahkan
dulu. Bu Aprilia juga mengucapkan rasa maaf padaku karena hal yang sama. Bu
Aprilia juga kagum terhadap tekatku. Aku juga mengucapkan terima kasih kepada
Bu Aprilia, karena dengan remehan dan kata-katanya aku jadi bisa semangat dan
jadi seperti ini sekarang.
Ucapkan
terimakasih pada orang yang memberikan hinaan dan meremehkanmu, karena hinaan
itu akan terasa bagaikan mutiara yang selalu kau ingat karena harganya ketika kamu menjadikannya semangat untuk bangkit dan
dorongan untuk menjadi lebih baik.
mantap sekali ceritanya
ReplyDeleteTerima kasih Abd Jalil
Delete